Jumat, 05 Oktober 2012

Resensi Film The Company Men


Resensi Film The Company Men
Oleh : Tri Wulansari

Pemain: Ben Affleck, Chris Cooper, Tommy Lee Jones, Kevin Costner, Rosemarie DeWitt, Maria Bello, Craig T. Nelson, Yolande Moreau
Produser : John Wells , Paula Weinstein, Claire Rudnick Polstein
Produksi : The Weinstein Company
Sutradara : John Wells
Penulis : John Wells
Director : John Wells
Durasi : 113 menit
Sampai saat ini ekonomi makro USA masih belum mampu tumbuh, hal ini diperkuat sajian survei potensi gagal bayar utang luar negeri global.  2 tahun lalu sebuah film berjudul The Company Men diproduksi dengan menyinggung prahara kapital di sebuah perusahaan galangan kapal ternama. Nilai saham terjun turun bebas, banyak divisi ditutup demi efisiensi,membuat banyak perusahaan melakukan “pemangkasan”  untuk menekan pengeluaran. Otomatis, PHK-pun bagaikan gelombang tsunami. Sebuah mimpi buruk bagi semua korban PHK.
Tagline The Company Men, “In America, we give our lives to our jobs. It’s time to take them back”. Film didominasi  dari 3 tokoh utama: (1) Bobby, eksekutif muda bagian pemasaran yang diperankan Ben Affleck; (2) Tommy Lee Jones yang menjadi Gene, salah seorang bos perusahaan; dan (3) Phil, tangan kanan Gene yang dimainkan Chris Cooper. Mereka satu per satu dipecat dari perusahaan yang selama ini menjadi tempat mereka menggali “emas” demi membangun status sosial berkehidupan mewah dan mapan. Apa jadinya bila mendadak saluran pipa utama penghasilan ditutup. Malapetaka rumah tangga jelas menghadang di depan.
Film ini bercerita mengenai kehidupan para karyawan “kerah putih”. Bobby Walker (Ben Affleck) adalah seorang karyawan di perusahaan besar yang telah mengabdi selama 12 tahun. Bencana yang menghantam perekonomian Amerika berimbas ke perusahaan tempatnya bekerja. Ribuan karyawan perusahaan tersebut terpaksa “dirumahkan”, tak terkecuali Bobby. Menghadapi keadaan barunya, Bobby tidak terbiasa dan merasa gengsinya “terganggu”. Sebagai orang dengan gaya hidup jetset, Bobby tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia harus merelakan rumah besarnya (yang masih dalam proses kredit, tentunya), Porsche kesayangannya (juga kredit), keanggotaan di klub golf (dibayar belakangan alias “gesek kartu kredit”), dan lain sebagainya. Dalam kondisi ekonomi negara yang carut-marut, Bobby menemukan fakta bahwa mencari pekerjaan adalah hal yang amat sulit. Ia pun harus menghadapi cobaan terbesar dalam hidupnya: bekerja dengan gaji yang jauh di bawah standar (dengan level “kerah biru”) atau menjadi pengangguran selamanya.
Dua teman kantor Bobby, Phil Woodward (Chris Cooper) dan Gene McClary (Tommy Lee Jones), juga mengalami hal yang sama. Tragisnya, mereka adalah pegawai senior berusia lanjut yang tidak akan mendapatkan pekerjaan di perusahaan mana pun karena faktor usia. Mereka harus belajar kehidupan nyata tanpa memiliki pekerjaan dengan memulai hidup baru yang sangat berbeda ini, mengubah lifestyle keluarga, kehilangan rumah dan keegoisannya. Film yang telah rilis di Amerika pada 21 Januari 2011 ini mengajarkan kita bahwa kehidupan lebih penting daripada sekedar pekerjaan. Bekerja memang sangat kita perlukan untuk menopang hidup ini, tapi jangan sampai kita melupakan arti hidup itu sendiri. Bobby lalu mencari uang sebagai pelatih dan membangun rumah saudara iparnya (Kevin Costner). Secara perlahan, mereka mampu kembali bangkit dan memulai sebuah usaha baru.
 Dengan tema cerita yang cukup serius, dan banyaknya karakter yang harus diceritakan, John Wells ternyata mampu membuat The Company Men menjadi sebuah kisah menarik yang menyelaraskan antara kisah intrik politik dalam sebuah perusahaan, drama keluarga serta perjuangan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ketiga karakter yang digambarkan oleh Wells di film ini juga cukup mampu untuk merepresentasikan setiap karakter pekerja yang baru saja mengalami pemecatan.
Sebuah film yang begitu penuh dengan percikan semangat dan motivasi. Setelah menonton film ini saya ingin memberikan beberapa pendapat tentang film ini. Film ini mempunyai beberapa analisis mengenai pengembangan teori psikologi terutama motivasi dan cerita moral. Berikut beberapa poin penting yang saya dapat dari film ini:
1.      Hidup itu tidak abadi, dan roda itu terus berputar kadang di atas, dan kadang di bawah. Dalam film ini diceritakan Phill dan Gene dipecat dari perusahaan yang dibangunnya sendiri bersama dengan Jim sahabatnya. Jobs dipecat oleh pemegang saham, sementara Phill dan Gene dipecat oleh Jim, sahabatnya sendiri. Kesuksesan dan kejayaan itu Cuma sementara, dan kita pun harus sadar dan yakin kalau keterpurukan itu juga cuma sementara.
2.      Hidup ini adalah suatu pilihan yang didalamnya terdapat banyak pilihan-pilihan lain. Phill dan Gene yang sama-sama dipecat menghadapi permasalahan itu dengan pilihan cara yang berbeda pula. Meskipun stressor-nya sama tetapi setiap individu memiliki coping stress yang berbeda. Salah satu teori di psikologi motivasi mengatakan bahwa saat stressor datang seseorang bisa memilih fight atau flight. Fight dengan bangkit dan terus maju, atau Flight dengan berdiam diri meratapi nasib dan tidak melakukan apa-apa. Phill dan Gene pun memilih pilihannya masing-masing.
3.      Seberat apapun masalah yang dihadapi, selama kita masih memiliki orang-orang disekitar kita yang terus mendukung kita, maka masalah itu akan terasa ringan. Bobby yang memiliki istri dan anak-anak yang sangat mendukungnya pun akhirnya bisa melewati masa-masa setelah di pecat ini dengan semangat yang tetap berkobar. Sedangkan, Istri Phil sama-sama tidak bisa menerima pemecatan ini dan akhirnya tidak bisa memberikan dukungan pada suaminya.
4.      I will win!! WHY? Becaus I have FAITH, COURAGE, and ENTHUSIASM. Ini adalah quotes yang diajarkan si Trainer pada para karyawan yang baru dipecat dalam film ini. Saya yakin itu benar! Karena dengan quotes itu bisa menanamkan passion dalam diri kita untuk bangkit.
5.      Begitu hebatnya perusahaan yang memecat mereka, perusahaan tetap memberikan orientasi pada mereka yang dipecat. Selain pesangon dan tunjangan, perusahaan tetap memberikan fasilitas bagi ex-karyawan- karyawan tersebut untuk mencari pekerjaan disebuah ruangan di kantor tersebut, seperti telepon, mesin foto kopi, fax, dll. Ada juga pengarahan- pengarahan dari trainer yang terlihat berlatar psikologi untuk memberi motivasi dan semangat kepada mereka.
Terlepas dari 5 point di atas yang bisa dipetik dari film ini, ada juga sisi kreatif dari film ini yang bisa dianalisis. Tidak seperti film pada umumnya, film ini tidak menggunakan tulisan untuk menunjukkan pergantian waktu. Film ini mencoba menceritakan pergantian bulan, dengan memunculkan adegan-adegan mendukung seperti pergantian musim, perubahan busana yang digunakan, dan juga memunculkan special event yang berhubungan dengan bulan tertentu seperti thanksgiving, natal, dan tahun baru. Perjalanan waktu ini pun berjalan begitu mulus tanpa terlihat seperti melompat. Mungkin cerita yang mengalir ini juga yang membuat beberapa orang berkomentar kalau film ini sangat membosankan karena terlalu banyak mengobrol, tapi setidaknya film ini menyuguhkan cerita yang real dan bisa kita lihat di kehidupan nyata.




sinopsis film The Company Men

Sinopsis Film The Company Men
Oleh : Tri Wulansari

Pemain: Ben Affleck, Chris Cooper, Tommy Lee Jones, Kevin Costner, Rosemarie DeWitt, Maria Bello, Craig T. Nelson, Yolande Moreau
Produser : John Wells , Paula Weinstein, Claire Rudnick Polstein
Produksi : The Weinstein Company
Sutradara : John Wells
Penulis : John Wells
Director : John Wells
Durasi : 113 menit
Sampai saat ini ekonomi makro USA masih belum mampu tumbuh, hal ini diperkuat sajian survei potensi gagal bayar utang luar negeri global.  2 tahun lalu sebuah film berjudul The Company Men diproduksi dengan menyinggung prahara kapital di sebuah perusahaan galangan kapal ternama. Nilai saham terjun turun bebas, banyak divisi ditutup demi efisiensi,membuat banyak perusahaan melakukan “pemangkasan”  untuk menekan pengeluaran. Otomatis, PHK-pun bagaikan gelombang tsunami. Sebuah mimpi buruk bagi semua korban PHK.
Tagline The Company Men, “In America, we give our lives to our jobs. It’s time to take them back”. Film didominasi  dari 3 tokoh utama: (1) Bobby, eksekutif muda bagian pemasaran yang diperankan Ben Affleck; (2) Tommy Lee Jones yang menjadi Gene, salah seorang bos perusahaan; dan (3) Phil, tangan kanan Gene yang dimainkan Chris Cooper. Mereka satu per satu dipecat dari perusahaan yang selama ini menjadi tempat mereka menggali “emas” demi membangun status sosial berkehidupan mewah dan mapan. Apa jadinya bila mendadak saluran pipa utama penghasilan ditutup. Malapetaka rumah tangga jelas menghadang di depan.
Film ini bercerita mengenai kehidupan para karyawan “kerah putih”. Bobby Walker (Ben Affleck) adalah seorang karyawan di perusahaan besar yang telah mengabdi selama 12 tahun. Bencana yang menghantam perekonomian Amerika berimbas ke perusahaan tempatnya bekerja. Ribuan karyawan perusahaan tersebut terpaksa “dirumahkan”, tak terkecuali Bobby. Menghadapi keadaan barunya, Bobby tidak terbiasa dan merasa gengsinya “terganggu”. Sebagai orang dengan gaya hidup jetset, Bobby tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia harus merelakan rumah besarnya (yang masih dalam proses kredit, tentunya), Porsche kesayangannya (juga kredit), keanggotaan di klub golf (dibayar belakangan alias “gesek kartu kredit”), dan lain sebagainya. Dalam kondisi ekonomi negara yang carut-marut, Bobby menemukan fakta bahwa mencari pekerjaan adalah hal yang amat sulit. Ia pun harus menghadapi cobaan terbesar dalam hidupnya: bekerja dengan gaji yang jauh di bawah standar (dengan level “kerah biru”) atau menjadi pengangguran selamanya.
Dua teman kantor Bobby, Phil Woodward (Chris Cooper) dan Gene McClary (Tommy Lee Jones), juga mengalami hal yang sama. Tragisnya, mereka adalah pegawai senior berusia lanjut yang tidak akan mendapatkan pekerjaan di perusahaan mana pun karena faktor usia. Mereka harus belajar kehidupan nyata tanpa memiliki pekerjaan dengan memulai hidup baru yang sangat berbeda ini, mengubah lifestyle keluarga, kehilangan rumah dan keegoisannya. Film yang telah rilis di Amerika pada 21 Januari 2011 ini mengajarkan kita bahwa kehidupan lebih penting daripada sekedar pekerjaan. Bekerja memang sangat kita perlukan untuk menopang hidup ini, tapi jangan sampai kita melupakan arti hidup itu sendiri. Bobby lalu mencari uang sebagai pelatih dan membangun rumah saudara iparnya (Kevin Costner). Secara perlahan, mereka mampu kembali bangkit dan memulai sebuah usaha baru.
 Dengan tema cerita yang cukup serius, dan banyaknya karakter yang harus diceritakan, John Wells ternyata mampu membuat The Company Men menjadi sebuah kisah menarik yang menyelaraskan antara kisah intrik politik dalam sebuah perusahaan, drama keluarga serta perjuangan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ketiga karakter yang digambarkan oleh Wells di film ini juga cukup mampu untuk merepresentasikan setiap karakter pekerja yang baru saja mengalami pemecatan.
Sebuah film yang begitu penuh dengan percikan semangat dan motivasi. Setelah menonton film ini saya ingin memberikan beberapa pendapat tentang film ini. Film ini mempunyai beberapa analisis mengenai pengembangan teori psikologi terutama motivasi dan cerita moral. Berikut beberapa poin penting yang saya dapat dari film ini:
1.      Hidup itu tidak abadi, dan roda itu terus berputar kadang di atas, dan kadang di bawah. Dalam film ini diceritakan Phill dan Gene dipecat dari perusahaan yang dibangunnya sendiri bersama dengan Jim sahabatnya. Jobs dipecat oleh pemegang saham, sementara Phill dan Gene dipecat oleh Jim, sahabatnya sendiri. Kesuksesan dan kejayaan itu Cuma sementara, dan kita pun harus sadar dan yakin kalau keterpurukan itu juga cuma sementara.
2.      Hidup ini adalah suatu pilihan yang didalamnya terdapat banyak pilihan-pilihan lain. Phill dan Gene yang sama-sama dipecat menghadapi permasalahan itu dengan pilihan cara yang berbeda pula. Meskipun stressor-nya sama tetapi setiap individu memiliki coping stress yang berbeda. Salah satu teori di psikologi motivasi mengatakan bahwa saat stressor datang seseorang bisa memilih fight atau flight. Fight dengan bangkit dan terus maju, atau Flight dengan berdiam diri meratapi nasib dan tidak melakukan apa-apa. Phill dan Gene pun memilih pilihannya masing-masing.
3.      Seberat apapun masalah yang dihadapi, selama kita masih memiliki orang-orang disekitar kita yang terus mendukung kita, maka masalah itu akan terasa ringan. Bobby yang memiliki istri dan anak-anak yang sangat mendukungnya pun akhirnya bisa melewati masa-masa setelah di pecat ini dengan semangat yang tetap berkobar. Sedangkan, Istri Phil sama-sama tidak bisa menerima pemecatan ini dan akhirnya tidak bisa memberikan dukungan pada suaminya.
4.      I will win!! WHY? Becaus I have FAITH, COURAGE, and ENTHUSIASM. Ini adalah quotes yang diajarkan si Trainer pada para karyawan yang baru dipecat dalam film ini. Saya yakin itu benar! Karena dengan quotes itu bisa menanamkan passion dalam diri kita untuk bangkit.
5.      Begitu hebatnya perusahaan yang memecat mereka, perusahaan tetap memberikan orientasi pada mereka yang dipecat. Selain pesangon dan tunjangan, perusahaan tetap memberikan fasilitas bagi ex-karyawan- karyawan tersebut untuk mencari pekerjaan disebuah ruangan di kantor tersebut, seperti telepon, mesin foto kopi, fax, dll. Ada juga pengarahan- pengarahan dari trainer yang terlihat berlatar psikologi untuk memberi motivasi dan semangat kepada mereka.
Terlepas dari 5 point di atas yang bisa dipetik dari film ini, ada juga sisi kreatif dari film ini yang bisa dianalisis. Tidak seperti film pada umumnya, film ini tidak menggunakan tulisan untuk menunjukkan pergantian waktu. Film ini mencoba menceritakan pergantian bulan, dengan memunculkan adegan-adegan mendukung seperti pergantian musim, perubahan busana yang digunakan, dan juga memunculkan special event yang berhubungan dengan bulan tertentu seperti thanksgiving, natal, dan tahun baru. Perjalanan waktu ini pun berjalan begitu mulus tanpa terlihat seperti melompat. Mungkin cerita yang mengalir ini juga yang membuat beberapa orang berkomentar kalau film ini sangat membosankan karena terlalu banyak mengobrol, tapi setidaknya film ini menyuguhkan cerita yang real dan bisa kita lihat di kehidupan nyata.